Ouya
Video game consoles, meet mobile apps... Now play nice you two!
Ketika mobile gaming baru mulai berkembang, hampir semua game yang
muncul adalah permainan kasual seperti Angry Birds dan Fruit Ninja. Tapi
lama kelamaan, semakin banyak pula gaming app yang (mencoba)
menghadirkan pengalaman bermain yang setara atau mendekati console dan
PC. Sebut saja seri N.O.V.A., Shadowgun, Need for Speed, dan Asphalt
yang tampil dengan kualitas multimedia dan gameplay yang semakin
memperkecil gap antara console dan mobile.
Salah satu dampak dari tren ini adalah bahwa semakin banyaknya
developer yang mulai berfokus pada tipe mobile game dan social game.
Tapi di lain pihak, harus diakui bahwa belum ada yang benar-benar bisa
mengalahkan sensasi bermain dengan controller di tangan dan tampilan di
layar lebar—apalagi di atas TV layar datar dengan resolusi HD. Meski
persaingan dan perdebatan antara kubu mobile vs. gamer tradisional terus
berlanjut, ada juga yang mengambil opsi ketiga: menggabungkan kedua
konsep ini dalam satu paket yang revolusioner. Hasilnya adalah Ouya.
Pertama-tama, Ouya adalah sebuah video game console tulen. Bentuknya
kotak (walaupun sangat kecil—kurang lebih sebesar kotak Rubik), ada
controller-nya (dalam hal ini wireless), dan dihubungkan ke TV. Tapi,
kotak kecil ini menjalankan sistem operasi Android. Jadi, kemungkinan
besar gamer yang memutuskan untuk membeli Ouya tidak akan menemukan Call
of Duty dan HALO, tetapi harus puas dengan Modern Combat dan N.O.V.A.
Atau mungkin tidak juga, karena Ouya akan mengusung sistem free to play.
Nah, gamer-gamer yang sudah pernah memainkan game di iPad atau
smartphone Android mungkin akan lebih mudah memahami konsep free to play
versi mobile ini. Jadi pada dasarnya, semua game yang ditawarkan
melalui toko online Ouya minimal akan menghadirkan versi demo atau
trial-nya. Sebagian akan sepenuhnya gratis, sebagian akan menawarkan
versi full-nya setelah masa demo gratisnya habis, dan sebagian lagi akan
menggunakan model freemium di mana game-nya sendiri gratis tetapi
pemain lama-kelamaan akan harus membeli berbagai item via in-app
purchase.
Model distribusi game seperti ini diharapkan dapat menarik minat
developer-developer karena, (a) bisa menarik minat gamer yang ingin
mencoba sebelum membeli, dan (b) developer dan publisher bisa menentukan
sendiri harga game. Lalu developer dan publisher seperti apa saja yang
akan kira-kira akan tertarik untuk mendistribusikan game-nya di console
baru ini? Nah, ternyata cukup banyak nama besar yang mulai mendukung
Ouya. Square Enix, misalnya, sudah memastikan bahwa Final Fantasy III
akan ikut menjadi salah satu launch title untuk Ouya. Mojang juga akan
menurunkan Minecraft, sementara studio Robotoki yang didirikan Robert
Bowling—veteran Infinity Ward yang menggarap seri Call of Duty—akan
secara eksklusif memproduksi game untuk Ouya.
Konsep revolusioner, dukungan nama-nama besar dalam dunia gaming, lalu
apa lagi yang kira-kira bisa menarik gamer dari kalangan mainstream
untuk beralih ke Ouya? Harga. Saat ini sudah dipastikan bahwa harga
console yang satu ini saat dirilis pada bulan Maret 2013 nanti adalah
USD 99, atau masih di bawah 950 ribu rupiah...
Pandora’s Box
Satu lagi kelebihan Ouya, yang juga merupakan kelemahannya, adalah
sistem platform terbukanya. Di sisi software, console ini dapat dengan
mudah di-root, dan me-root Ouya tidak akan menghanguskan garansinya.
Plus, setiap unit Ouya pada dasarnya bisa berperan sebagai developer
kit, sehingga siapa saja bisa dengan mudah membuat aplikasi untuk
console ini—termasuk app-app yang bukan game. Di sisi hardware,
membongkar sebuah unit Ouya juga sangat mudah, yang akan mempermudah
pembuatan periferal USB maupun Bluetooth.
Sayangnya, hal ini akan sangat mempermudah penggunaan aplikasi-aplikasi
bajakan atau emulator yang ilegal. Tapi ternyata developer-developer
dan kalangan analis industri gaming tidak begitu khawatir. Kalau kita
sudah bicara game tipe freemium, bagian mananya yang mau dibajak?
We Need You!
Tertarik mengikuti perkembangan proyek Ouya? Atau mungkin ingin
mendukung pengembangan console baru ini? Kunjungi halaman
Kickstarter-nya di
www.kickstarter.com/projects/ouya/ouya-a-new-kind-of-video-game-console
The Ouya Team
Meski konsep Ouya bisa dibilang revolusioner, proyek ini juga berisiko
tinggi. Untungnya, orang-orang di baliknya adalah veteran-veteran yang
sudah tahan banting.
Julie Uhrman, pendiri
Tokoh yang satu ini mungkin praktis sama sekali tidak dikenal di
kalangan gamer, tetapi pengalamannya di bidang gaming sangat ekstensif.
Salah satu posisi yang pernah ia duduki adalah kepala bagian distribusi
digital di IGN, yang tentunya sangat cocok dengan model bisnis Ouya.
Selain itu ia juga pernah bekerja bersama dengan GameFly (perusahaan
layanan rental game), Vivendi Universal, dan masih banyak lagi.
Yves Béhar, desainer
Meski pengalamannya di industri video game masih minim, Yves Béhar
bukan nama asing di bidang desain teknologi, di mana ia dikenal, antara
lain, sebagai desainer produk-produk wearable technology (misalnya,
headset Bluetooth untuk ponsel) di bawah merek Jawbone.
Muffi Ghadiali, desainer
Tak banyak yang bisa mengungguli tokoh yang satu ini di bidang
manajemen produk hardware, software, maupun layanan elektronik. Sejak
era 1990’an Muffi Ghadiali sudah menorehkan namanya di
perusahaan-perusahaan seperti Hewlett Packard (HP), Synaptics, dan
Amazon.com.
Ed Fries, penasihat
Veteran yang satu ini sudah lama malang melintang di dunia gaming,
meskipun pengalaman utamanya tentu saja adalah wakil dirut bagian game
publishing untuk Xbox, di mana ia memegang peranan penting dalam
akuisisi studio-studio seperti Bungie, Ensemble, dan Rare.
Peter Pham, penasihat
Entrepreneur yang satu ini aktif di berbagai industri, dan memiliki
pengalaman panjang di perusahaan-perusahaan software yang cukup dikenal,
seperti Photobucket.
Spesifikasi Teknis
Prosesor : Nvidia Tegra 3 (T33) ARM
Memori : 1 GB
Media penyimpanan : 8GB, flash
Sistem operasi : Android 4.0 Ice Cream
Tampilan : HDMI 1080p
Konektivitas : Wi-Fi, Bluetooth, ethernet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar